Type your search here:

Please Wait..

Senin, 11 Februari 2013

Album Dokter

Views:
si Jhons Uncategorized 04.19
Saya, laki-laki, bekerja di Rumah Sakit Persahabatan sebagai seorang perawat. Saya dan dokter Donny sudah lama kenal, tetapi saya masih takut mengenal lebih jauh dan akrab, lantaran dia atasanku langsung. Dr. Donny masih hidup bujangan, wajahnya tampan… mungkin mirip Donny Damara aktor sinetron dan peragawan itu.
Saya sudah lama kagum dengan penampilan dokter Donny, dan selalu berimaginasi bahwa dia itu seorang gay, dan aku dengan senang hati mau melayaninya. Badannya tidak sekerempeng aktor Donny Damara… malah sebaliknya, dia sangat fit, kekar dan penggemar serta pemain basket cukup fanatik. Usianya sebaya dengan usiaku, sekitar 30-35 tahun.
Keahliannya sebagai internis membawaku ikut memeriksa peserta cek medik tahunan yang terdiri atas pejabat berbagai instansi pemerintah dan swasta cukup top… dan paling syurr bila pejabatnya dari generasi muda, yaitu para eksekutif muda yang begitu fit, enak dipandang dan berwajah rata-rata apik. Rumah Sakit Persahabatan memang cukup terkenal melayani kegiatan itu. Saya paling suka bila diajak memeriksa rektum alias anus para pasien. Dr. Donny dengan sarung tangan karet selalu mengantarkan para pasien dengan gurauan ringan untuk menghindarkan rasa jengah karena pasien harus mengangkang, bugil dan mengekspos silitnya untuk dicoblos dengan jari telunjuk kanan atau kiri milik Dr. Donny yang cukup besar-besar. 
Pernah, suatu saat, seorang pasien masih lumayan muda, usia di bawah 40 tahun, berwajah cukup ganteng agak gemetaran mengikuti tes rektum itu. Dia sungguh-sungguh tampak tersipu mengangkangkan kakinya dan membiarkan kedua pasang mata kami melihat dari dekat selangkangannya dan kontolnya yang aduhai besarnya dengan hiasan jembut yang tebal dan menjambung ke perut dan dadanya yang indah kekar penuh bulu. Bahkan jembut itu menutupi pula belahan bokongnya sehingga silitnya agak tersembunyi. Pasien itu bernama Indra. 
"Dok, saya malu…"
"Masak, nggak apa-apa. Cuma sebentar kok. Pula tes ini penting untuk menge-tahui apakah ada gejala ambeyen atau tidak pada anus Bapak," jawab Dr. Donny tenang.
"Tapi… apa tidak sakit. Dok ?" kilahnya lagi. 
"Coba saja…. Hemmh, barangkali malah…." seloroh Dr Donny.
Kata-kata itu begitu saja meluncur, membuat aku yang tegang mengintip dari punggung Donny jadi tiba-tiba makin ngaceng. Kontolku sudah ngaceng melihat Indra buka baju dan kemudian telentang, makin ngaceng lagi ketika dia mulai mengangkang dan menampakkan kontolnya yang rupanya juga sudah "agak" ngaceng atau memang besar dan agak kaku dalam keadaan normal. Kini, terasa ada tetesan basah di ujung kepala kontolku karena rangsangan seksual melihat adegan dan dialog gila ini. 

"Coba ya Pak… Nama Bapak siapa ?"
"Indra nama saya. Nama Pak Dokter ?"
"Ohh… saya Donny, dan ini asistenku.. Rudy."
Kulihat Indra melirikku sekilas dan memperlihatkan muka aneh, seperti sedang mengagumiku.
Saya tidak sedang lagi menyombong nih, muka saya dan postur saya bagus, mirip Advent Bangun lah, dan orang sering mengolok-olok saya dan Donny sebagai pasangan aktor di RS Persahabatan.
Bangga sih memang bangga, diasosiasikan dengan keaktoran di Indonesia yang notabene berarti cakep (Mana ada sih, aktor Melayu yang jelek… pasti kaliber Indojerman, macam Barry Prima, Reynaldi, Fathur, atau kalau cewek ya… Minati, Henny Purwonegoro, dan lain-lain.). 
"Terasa sakit, Pak Indra ?" tanya dokter Donny ketika jari telunjuk dan ibu jarinya menyusupkan tabung periksa berdiameter sekitar 1.5 cm ke dalam anus Indra. Tabung dari stainless steel ini sudah barang tentu telah diberi lubrikasi vaselin agar tidak membuat sakit berlebihan ketika dipenetrasikan ke dalam anus pasien.
Indra semula tampak takut dan memejamkan mata. "Ahhh… enggak Dok," jawabnya. 
"Rudy, tolong ambilkan handuk di kamar kerjaku," tiba-tiba Dokter Donny meminta saya ke kamar sebelah. Aku agak segan, tapi karena diperintah atasan yaa.. segera aku beranjak. Padahal aku lagi tegang menyaksikan tes anus yang merangsang seksku. Aku sebenarnya juga enggan, karena celanaku memang mulai basah……. 
Dokter Donny kemudian berucap lagi, " Pak Indra, segera akan saya korek bagian dalam rektum Bapak dengan telunjuk saya… Ditahan ya, kalau ada rasa sakit." 
Tiba-tiba saja, telunjuk kiri Donny yang terbungkus sarung tangan sudah nyelonong memasuki lubang tabung yang sudah membuka anus Indra, dan telunjuknya yang lebih panjang daripada tabung tes tadi mulai diusapkan melingkar meraba-raba permukaan dalam silit Indra. 
Indra tetap memejamkan mata dan dari rasa (pura-pura) khawatir, kini dia merasakan adanya rangsangan aneh yang menggelitik anus dalamnya oleh masuknya telunjuk Donny. Tanpa sadar Indra melenguh pelan, "Uhhhh….hemmm."
"Ya, Pak Indra…. Apakah sakit." 

"Ahhhh… enggak…" jawabnya pelan sambil melepas senyum berarti, yang tak akan mencurigakan bagi orang biasa. Tapi di hadapan Donny, senyum itu tak bisa terlepas dari pengamatannya, karena sejak tadi Donny memang sedang mengamati wajah Indra yang tampan yang lagi indah memejamkan matanya…….…
Ya, Indra memiliki sebuah wajah tampan idaman bagi Donny yang gila laki-laki, terutama yang sudah berusia matang alias setengah umur tapi masih tampak muda dan kekar.
Tangan Donny makin berani, kini bukan sekedar melakukan gerak usap melingkar, tetapi justru menyodok-nyodok ke depan-belakang yang sebetulnya sudah merupakan penyimpangan prosedur dalam tes ambeyen. 
"Yahhhh…. Hemmmmmmmmmm," desah Indra makin nyata dan keras. Dan kontolnya yang semula hanya setengah tegak kini betul-betul ereksi penuh tanpa dapat dibantah. Dokter Donny pun tanggap; dengan sigap ditariknya telunjuknya yang bersarung karet itu dari anus Indra dan segera pula tabung pembuka anus tadi dicabutnya cepat sampai berbunyi "plupppp". 
Indra segera melenguh panjang, "Ohhhhhh…. Sayang!!" Ada segumpal perasaan kehilangan dari semula merasa penuh terisi tabung dan telunjuk Donny, tiba-tiba terasa hampa begitu saja.
"Apa yang disayangkan Pak Indra…?"
"Dok…. Tadi enak…Ulang lagi dong."
"Ahh, pak Indra bergurau ya."
"Tidak Dok, aku serius nih…"
Tiba-tiba saja tangan kiri Indra menggapai ke arah selangkangan Donny dan merabanya dari luar baju jas dokternya. 
"Loh Pak Dokter…. anda… ?" 
"Ya.. ya.. Pak Indra…Saya…." Tergopoh Donny menjawab sekenanya untuk pertanyaan yang juga tidak jelas arahnya tapi jelas maknanya. Memang kontol Donny sudah tidak tahan berada dalam kungkungan celdalnya dan ngacengnya sudah begitu kentara mendesakkan benjolan nyata di celana panjangnya, tetapi untunglah hal itu masih dapat ditutupi dengan jas prakteknya. 

Namun tangan kiri Indra akhirnya berhasil mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dengan kontol Donny.
"Dok… boleh aku…. Aku minta sesuatu?"
"Katakan saja Pak Indra, syukur-syukur saya bisa penuhi."
"Anu… bisa tes tadi diulang, tetapi tanpa ring logam yang dingin itu ?"
"Maksud Bapak, cuma dengan jari saya ?"

"Yaa… itu pun tanpa kaus tangan karet yang bikin pedih itu. Bisa, kan ?" 
"Ya, dengan senang hati Pak." 
Donny segera membuka sarung tangan karet dan kemudian memberikan vaselin di sekujur jari telunjuk kirinya dan dia segera membungkuk ke arah selangkangan Indra. Mulutnya dibuka dan bersamaan dengan masuknya jari telunjuk kirinya ke dalam silit Indra, mulut Donny mengulum kontol Indra yang ngaceng berat. Pada saat bersamaan, tangan kiri Indra meraba kontol Donny dan berusaha membuka kancing risliting celana Donny. Donny diam saja membiarkan usaha Indra menggapai kontolnya. Dan… berhasil!! Keluarlah kontol Donny yang 17 cm dan gede yang sudah ngaceng penuh. Tangan Indra otomatik mengocok-kocok kontol itu dengan lembut dan kadang membelai-belai kulit mahkota kepalanya, membuat Donny berkali-kali menggelinjang dan memperseru isapan atas kontol Indra dan mempertajam gerak maju mundur telunjuk kirinya yang mengentot silit Indra. 
"Ahhhh…. Enak Dok, sungguh enakkkkk …." Donny hanya bisa berkecepak-kecepuk, karena mulutnya penuh dengan kontol Indra yang berdenyut-denyut siap menyiram langit-langit mulut Donny. Tiba-tiba, suara Rudy yang lantang menggema di kesunyian. "Dok, sudah saya cari-cari, handuk Dokter tidak kutemukan. Saya sudah cek ke kamar periksa nomor 14 juga tidak ada." Donny sangat panik dan segera melepas kuluman mulutnya pada kontol Indra dan jari tangannya pun dicabutnya dari silit Indra. Donny cepat sekali merapikan jas kerjanya sehingga kontolnya yang ngaceng segera lenyap tak nampak. Tapi justru Indra yang paling tidak berdaya, karena kontolnya sudah hampir mencapai klimaksnya. Belum sempat dia berfikir lain, lava kenikmatan putih menyemprot dari kontolnya dan membasahi sekujur permukaan perutnya, diiringi desahan nafas lega, "Yahhhhh…… uhfffff…." Lenguhan itu menyertai semburan pejuhnya yang menyentak 5-6 kali denyutan. 
"Ada apa nihhh… ?" tanya Rudy.
"Pak Dokter…. ?" tanya Rudy bingung sambil melirik Donny karena Donny tidak segera menjawabnya.


"Eh… eh…." Itu saja ucapan yang keluar dari mulut Donny yang mukanya merah padam karena malu pada Rudy. Justru saat itu Indra membuka mata dan menyapa Donny, "Makasih Dok, kenyotan dan emutanmu enaaaak dehh!! Makasih berat nihhh" 


"Ini… ini… Dokter, apa yang terjadi ?" tanya Rudy. Donny terdiam, tetapi justru Indra yang menukas lantang, "Pak Rudy, Anda mestinya senang dong, karena punya dokter cakep di dekat Anda …… Aku malah sudah menjajal keahliannya, ternyata benar dia adalah pengemut kontol paling pandai dehhh…" 
"Huss…!" sergah Donny. Tapi Indra terus nerocos. "Ahh, Donny…. Kita jujur saja… Dokter juga merasa enak bukan, ketika kukocok tadi ?" Donny terdiam… 
"Dan Pak Rudy, coba aja pegang itunya Pak Donny… pasti masih ngaceng.." Rudy diam, Donny pun terdiam. Tapi mata Rudy melirik ke selangkangan Donny. Di sana, di balik jasnya… masih jelas tampak ada tenda (biru) menyembil tegar ….… Jelas pula, ada noda basah dari mazi (pre-cum) kontol Donny yang menempel pada jas kerjanya. 
"Pak… Pak Dokter… benar nih ?" tanya Rudy pelan pada Donny. Donny masih diam. Tapi mukanya kini menghadap ke arah Rudy dan tangannya tiba-tiba menggapai pundak Rudy, lalu segera mukanya didekatkan ke muka Rudy dan… dalam beberapa milidetik, keduanya sudah tenggelam dalam ciuman french yang begitu dalam dan mesra. Tangan mereka saling mengusap dada, lidah mereka saling berpagut, dan tangan mereka akhirnya menggerayangi selangkangan pihak lawannya, dan Rudy membuktikan bahwa kontol Donny memang masih sangat ngaceng dan kiranya sedang menanti isapannya. 
"Ehhmmm…." Sayang Indra mendeham, memecah keheningan penuh nafsu dari dokter dan asistennya yang lagi asyik masyuk merasakan suasana surgawi beberapa menit. Mendengar deheman Indra itu, keduanya baru tersadar dan berupaya memperbaiki sikap mereka dan menjadi profesional lagi. 
"Baik, Rudy, tolong bersihkan noda kotoran di perut Pak Indra dengan napkin kertas di samping jendela. Dan Pak Indra, tugas saya selesai sudah, silahkan Bapak berbaju lagi dan melakukan tes di kamar lain… Barangkali pas untuk periksa ECG sekarang.." kata Donny sambil bergerak ke wastafel, mencuci tangannya yang baru dipakai untuk mengentot silit Indra dan mengusap dada dan selangkangan Indra. Usai itu, dia meninggalkan Indra yang masih bugil dengan membuang pandangan mesra ke arah Indra dan mencolek kontol Rudy yang lagi terpana di samping Indra. 
"Pak Rudy, tolong ambilkan baju piyama saya bisa ?"
"Ohh… ya pak, dengan senang hati," sahut Rudy.
"Bisa saya bentu kenakan, Pak Indra ?"
"Ohhh… dengan senang hati." 
Sambil memakaikan piyama Indra, Rudy berupaya menanyakan pada Indra, apa yang telah terjadi selama dia disuruh mengambil handuk. Indra tidak menjawab, tetapi melingkarkan pelukannya pada tubuh Rudy yang gempal dan berotot dan mereka pun segera tenggelam dalam ciuman mesra nan panjang…. 
Sejak itu, ketiga orang itu sering saling kunjung untuk menjajal kedigdayaan mereka secara sebenarnya di ranjang. Bahkan program three in one yang hendak dihapuskan dari bumi DKI Jaya, oleh mereka justru merupakan menu paling favorit untuk senantiasa dipraktekkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com
Diberdayakan oleh Blogger.